Monday 10 June 2013

Rincian Hukum Mengugurkan Janin


Pertanyaan:
حملت وأثناء فترة الحمل تناولت دواءً لم أعلم أنه مضر، ولا يجوز تناوله للحامل، وقد ظهر وتبين أنه قد سبب تشوهاً للجنين، وعندما راجعنا الطبيب قال لنا ولزوجي: إنه من الأفضل إسقاط الجنين؛ لأنه لا يضمن في حين استمرار الحمل، وبناء على كلام الدكتور أسقطت الجنين،وكان عمره شهرا وعشرا فما هو الحكم الشرعي الإسلامي في هذه الحالة أفيدونا جزاكم الله خيرا؟
Ketika hamil saya meminum obat yang saya tidak tahu ternyata obat tersebut berbahaya. Tidak boleh ibu hamil meminumnya. Kemudian jelaslah dan nampak bahwa obat tersebut menyebabkan cacat pada janin. Ketika kami memeriksakan diri kepada dokter, dokter berkata kepada kami bahwa jalan yang terbaik adalah menggugurkan janin. Karena tidak bisa dijamin akan keberlangsungan kehamilan.
Berdasarkan pertimbangan dari dokter maka saya mengugurkan janin saya. Umur janin tersebut satu bulan 10 hari. Bagaimana hukum syariat Islam mengenai hal ini. Tolong beri kami petunjuk. Jazakumullahu khair.

فإسقاط الجنين فيه تفصيل، فإذا كان في الأربعين الأولى فالأمر فيه أوسع ولا ينبغي إسقاطه, لكن إذا اقتضت المصلحة الشرعية إسقاطه لمضرة على الأم, أو لهذا السبب الذي قرر الأطباء أنه قد يتشوه بأسباب فعلتها الأم فلا حرج في ذلك. أما إذا كان في الطور الثاني أو في الطور الثالث فلا فقد يخطئ الظن ولا يقع ما ظنه الطبيب ولا يحصل التشوه, والأصل حرمة إسقاط الجنين إلا عن مضرة كبرى يخشى عليها موت الأم, وهكذا بعد أن تنفخ فيه الروح من باب أولى يحرم الإسقاط؛ لأنه صار إنساناً فلا يجوز قتله ولا يحل, لكن لو وجدت حالة يخشى منها موت الأم وقد تحقق الأطباء أن بقاءه يسبب موتها حياتها مقدمة فيعمل الأطباء ما يستطيعون من الطرق التي يحصل بها خروجه حياً إذا أمكن ذلك، وأما ما قبل نفخ الروح فيه في الطور الثاني أو الثالث فالأمر أسهل لكن لا يجوز إسقاطه إلا على وجه يتحقق الطبيب المختص أن بقاءه يسبب خطراً على الأم -موت الأم- فينبغي أن يكون في ذلك طبيباً فأكثر مختصان ثقتان يقرران هذا الشيء ولا يجوز التساهل في ذلك لا مع طبيب واحد ولا مع غير الثقات
Menggugurkan janin ada rinciannya:
-jika umurnya 40 hari pertama maka perkara  ini lebih mudah (akan tetapi) tidak layak menggugurkannya (tanpa sebab syar’i). Akan tetapi jika mashalat syariat menuntut janin digugurkan karena bisa membahayakan ibu atau karena sebab ini (janin cacat berat dan dipastikan susah bertahan hidup), kemudian para dokter telah memastikan bahwa cacat tersebut disebabkan oleh perbuatan ibunya, maka hal ini tidak mengapa.
-adapun pada fase kedua atau ketiga (40 hari kedua dan ketiga), perkiraan terkadang salah dan apa yang diperkirakan oleh dokter terkadang juga bisa salah, tidak terjadi kecacatan janin. Maka hukum asalnya adalah haram mengugurkan janin. Kecuali ada bahaya besar yang dikhawatirkan atas keselamatan sang ibu.
-demikian juga jika telah ditiupkan ruh (setelah 120 hari), maka lebih haram lagi mengugurkan janin karena ia telah menjadi manusia dan tidak boleh membunuhnya dan tidak halal. Akan tetapi jika didapatkan keadaaan yang bisa menyebabkan kematian sang ibu. Kemudian dokter telah memastikan bahwa tetapnya janin akan mebahayaan keselamatan ibu. Maka dokter boleh melakukan berbagai upaya untuk mengeluarkan janin dalam keadaan hidup (operasi caesar)jika memungkinkan.
-adapun jika belum ditiupkan ruh pada fase kedua dan ketiga, maka perkaranya lebih mudah. Akan tetapi tidak boleh menggugurkannya kecuali dengan alasan bisa menyebabkan kematian ibu berdasarkan kepastian dari dokter spesialis bahwa tetapnya janin bisa menyebabkan kematian sang ibu.
Hendaknya dokter lebih dari satu, mereka adalah spesialis dan terpercaya. Kemudian mereka menetapkan masalah ini . Tidak boleh bermudah-mudah dalam masalah ini dan berdasarkan satu dokter yang tidak bisa dipercaya.
Sumber: http://www.binbaz.org.sa/mat/11881 (Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah)

Catatan:
-syaikh menjelaskan hendaknya ketetapan penguguran janin lebh dari satu doketr yang terpercaya, maka bisa meminta pendapat dokter lain atau yang disebut dalam ilmu kedokteran sebagai second opinion
-Yang dimaksud fase setiap 40 hari dan waktu telah ditiupkan ruh adalah berdasarkan hadits:
إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ فِى بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا ، ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ، ثُمَّ يَكُونُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ ، ثُمَّ يَبْعَثُ اللَّهُ إِلَيْهِ مَلَكًا بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ ، فَيُكْتَبُ عَمَلُهُ وَأَجَلُهُ وَرِزْقُهُ وَشَقِىٌّ أَوْ سَعِيدٌ ، ثُمَّ يُنْفَخُ فِيهِ الرُّوحُ
Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya selama 40 hari (berupa nutfah), kemudian menjadi ‘alaqoh (segumpal darah) selama itu juga, lalu menjadi mudhghoh (segumpal daging) selama itu juga, kemudian diutuslah malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya lalu diperintahkan untuk mencatat empat perkara: amal, ajal, rizki, celaka atau bahagia. Lalu ditiupkan ruh.” (HR. al-Bukhari no. 3208 dan Muslim no. 6665)


@ Laboratorium Klinik RSUP DR. Sardjito, 4 Jumadas Tsani 1434 H
penyusun:  dr. Raehanul Bahraen