sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Emen_Suwarman
Emen Suwarman (lahir di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, Indonesia, 18 Mei 1939; umur 74 tahun) adalah salah seorang mantan pemain sepak bola yang pernah bermain bersama Persib Bandung. Ia membawa Indonesia berprestasi pada tingkat Asia. Bersama Wowo Sunaryo, ia berhasil membawa Indonesia meraih medali perunggu]] pada Asian Games 1962 dan menjuarai Merdeka Games di Malaysia yang diikuti 18 negara.
Emen Suwarman (lahir di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, Indonesia, 18 Mei 1939; umur 74 tahun) adalah salah seorang mantan pemain sepak bola yang pernah bermain bersama Persib Bandung. Ia membawa Indonesia berprestasi pada tingkat Asia. Bersama Wowo Sunaryo, ia berhasil membawa Indonesia meraih medali perunggu]] pada Asian Games 1962 dan menjuarai Merdeka Games di Malaysia yang diikuti 18 negara.
Kehidupan keluarga
Emen Lahir dari Keluarga sederhana. Namun, bakat Sepak bolanya sudah tertanam dalam diri Suami dari Sri Wulan ini. Dalam kesehariannya semasa kecil, Emen tidak pernah lepas dari bermain Sepak bola. Apalagi, rumah dia di Cideres dekat lapangan Sepak bola. Karena terus menggeluti Sepak bola, dia menjadi lupa belajar. Akibatnya, dia tidak lulus Sekolah ketika duduk di bangku SMP. Tapi, dia tidak Sakit hati, bahkan terus bermain Sepak bola. Di antara teman seusianya, kemampuan Teknik individunya yang terbaik di daerah Majalengka
Awal Karier
Malang melintang bermain sepak bola di daerah Majalengka, membuat
nama dia cukup terkenal. Padahal saat itu, usianya baru 16 tahun (1955).
Pada usia ini juga dia diterima menjadi PNS di RS Pembantu Jati Tujuh
Majalengka. Meski sudah diangkat menjadi PNS, dia tidak pernah absen
seminggu tiga kali melakukan lari sejauh 5 km dari Cideres ke Barujul
Pabrik Kentang PP atau ke daerah Balida Pabrik Bata. Menjadi PNS dia
dibayar Rp 75 per bulan karena pendidikan dia lulusan Sekolah Rakyat
(sekarang SD-red).
Emen tiga tahun memperkuat Persima Majalengka. Selama itu, dia sering
memperkuat tim Korem Cirebon atau Batalyon 306 Kompi V. Karena ingin
melanjutkan karier sepak bola, dia terpaksa keluar dari pekerjaannya dan
berhenti menjadi PNS. Ia hanya mengenyam status PNS selama tiga tahun.
Karier sebagai pemain
SALAH satu rahasia sukses Emen Suwarman menjadi pemain sepak bola
adalah memiliki fisik kuat. Dia juga berani bermain keras. Hal itu
ditunjang pula dengan kemampuan teknik individunya yang cukup tinggi.
Dengan begitu, dia sudah memiliki persyaratan lengkap menjadi pemain
sepak bola yang layak memperkuat tim nasional. Emen menceritakan
pengalaman membentuk fisik kuat. Ia selalu rutin lari jauh pada siang
hari. Tapi, agar badan tetap kuat, dia selalu makan telur kampung mentah
sebelum lari.
“Malam hari sebelum latihan, saya ambil telor dari kandang ayam milik
tetangga. Saya tidak punya uang jika harus membeli. Tapi, setelah saya
punya uang dari main sepak bola, langsung bayar ke tetangga. Biasanya,
tetangga kaget duluan ketika tiba-tiba saya kasih duit. Jadi istilahnya,
ambil telor duluan, bayar belakangan,” ujarnya.
Menurut dia, jika tidak dibantu dengan makanan yang mengandung
protein tinggi, dirinya bisa jatuh sakit karena latihannya cukup keras.
Penampilan Emen dalam pelbagai turnamen sepak bola di Majalengka
membuat dia dipanggil memperkuat Korem Cirebon untuk kejuaraan sepak
bola antar-Korem se-Jawa Barat di Stadion Siliwangi Bandung pada 1958.
Saat itu, Komandan Korem Cirebon dijabat Letkol Aye Witono Leteu. Korem
Cirebon juara ketiga, sedangkan Korem Bandung yang diperkuat antara lain
Wowo Sunaryo, Sunarto, dan Pietje Timisela, tampil sebagai juara.
Sosok Emen pada kejuaraan itu, ternyata membuat Pangdam VI/Siliwangi,
Kolonel Ibrahim Adjie, terpikat. Ia memerintahkan Kapomdam, Letkol
Adela dan Intendans, Mayor Encon Muklisin, untuk memindahkan Emen ke
Bandung memperkuat PSAD. Pada tahun 1959, Emen memperkuat Kodam
Siliwangi mengikuti kejuaraan antar-Kodam di Bandung, bersama Wowo, Omo
Suratmo, Sunarto, Yus Etek, dll. Kodam Siliwangi juara tiga kali
berturut-turut yaitu pada 1958, 1959, dan 1960. Emen resmi pindah ke
PSAD pada tahun 1960.
Nama Emen mulai dikenal luas di Bandung, sehingga dia juga dipanggil
memperkuat tim Jabar pada PON V/1960 di Bandung. Bersama Ade Dana, Ishak
Udin, Fatah Hidayat, Wardaya, Rukman, Sunaryono, Komar, tim Jabar
meraih perak, setelah kalah WO dari Jateng karena menolak pertandingan
ulang.
“Harusnya Jabar meraih emas. Pada final, Jabar menang 1-0 melalui gol
Komar. Jateng protes langsung ke Menteri Olah Raga, Maladi. Protes
Jateng diterima, sehingga harus diadakan pertandingan ulang. Tapi, Jabar
menolak sehingga dinyatakan kalah WO,” ujar Emen mengenang.
Karier di timnas
KASUS suap pengaturan skor yang menguncang sepak bola Indonesia pada
1961, ikut memuluskan karier sepak bola Emen Suwarman. Kasus suap ini
muncul saat Indonesia uji coba melawan Yugoslavia di Lapangan Ikada
Monas pada 1961. Indonesia kalah 0-1. Padahal, Indonesia sebenarnya bisa
melibas Yugoslavia. Pelatih Indonesia, Tony Pogacnic tidak percaya
penampilan para pemain bintang Indonesia saat itu.
Pemain bintang Indonesia saat itu, sebenarnya dipersiapkan tampil
pada Asian Games IV 1962 Jakarta. Akibat kasus itu, sejumlah pemain
mendapat sanksi tidak boleh terlibat dalam sepak bola nasional.
Pogacnic resah dengan kondisi ini karena dia kehilangan beberapa
pemain pilar. Untuk mencari pemain pengganti, PSSI menggelar invitasi
sepak bola di Senayan, yang diikuti lima klub, yakni Persib, Persija,
Persebaya, PSMS, dan PSM. Pada 1961, Emen sudah memperkuat Persib dan
beberapa kali melakukan pertandingan uji coba ke daerah lain di luar
Pulau Jawa.
Persib tampil sebagai juara tanpa terkalahkan. Persib mengalahkan
Persija 2-0, Persebaya 2-0, PSMS 3-0, dan PSM 1-0. Penampilan Emen
ternyata memikat Pogacnic.
Emen dipanggil bersama 11 pemain dari klub lain dipersiapkan untuk
memperkuat Indonesia pada Asian Games 1962. Di Asian Games, Indonesia
mendapat medali perunggu setelah pada semifinal dikalahkan Malaysia 2-3.
Tiga bulan kemudian, Emen memperkuat Indonesia di ajang Merdeka Games
Malaysia yang diikuti 18 negara. Indonesia meraih juara dengan
mengalahkan Pakistan 2-1 di final, pada 22 Agustus. Sebelumnya,
Indonesia melibas Jepang 6-0 dan Korea 2-0.
“Saat itu saya merasa gembira sekali karena baru kali pertama ke luar
negeri, bisa membawa Indonesia meraih juara. Karenanya, saya tidak
pernah lupa tanggal dan tempat pelaksanaan penyelenggaraan karena itu
merupakan sejarah bagi saya,” ujar Emen.
Nama Emen di kejuaraan itu langsung melejit karena dia tampil dengan
permainan keras dan didukung dengan kemampuan teknik tinggi. “Saya tidak
mencetak gol, tapi proses gol-gol Indonesia sering dari umpan-umpan
matang saya,” kata Emen.
Setahun kemudian, Emen tampil bersama Wowo Sunaryo, pada ajang
multievent internasional Games of The New Emerging Force s(Ganefo) di
Senayan Jakarta. Pada event itu, Indonesia mengalahkan Jepang 6-0,
Thailand 6-0. Langkah Wowo dkk. terhenti setelah dikalahkan Cile 0-1.
SETELAH tampil pada ajang multievent internasional Games of The New
Emerging Forces (Ganefo) di Senayan Jakarta 1963, Emen mulai keliling
Asia memperkuat tim Indonesia.
Namun rangkaian pertandingan yang dimainkan adalah uji coba.
Indonesia melawat ke Jepang, Korea Utara, Korea Selatan, Hong Kong,
Cina, Pakistan, dll. Tim Indonesia saat itu, menjadi salah satu kekuatan
Asia. Karena itu, meski bertindak sebagai tim tamu, Indonesia bisa
mengalahkan lawan-lawannya. Misalnya di Tokyo, Indonesia melibas Jepang
6-0.
Tahun 1964, Emen pensiun dari status sebagai pemain nasional, pada
usia 25 tahun. Namun, dia masih tetap menggeluti sepak bola memperkuat
Persib. Oyong Liza, pemain nasional generasi setelah Emen, mengenal
betul sosok Emen. Menurut dia, Emen ibaratnya singa liar ketika di dalam
lapangan. Ia tidak takut bermain keras dan memiliki fisik kuat. Selain
itu, tendangan kaki kanannya sangat keras. “Permainan Emen tanpa
kompromi,” ujar Oyong ketika ditanya sosok Emen, saat bertemu “PR”, Juli
lalu, di Padang Sumatra Barat.
Menurut dia, Emen merupakan pemain gelandang dengan kemampuan teknik
individu tinggi. Umpan-umpan dari dia sangat akurat. Karena itu, dia
termasuk salah satu pemain yang ikut mengharumkan nama bangsa Indonesia
di tingkat Asia.
Bersama Persib, Emen ikut dalam beberapa kali pertandingan uji coba
internasional di Stadion Siliwangi Bandung, melawan Jerman Timur,
Yugoslavia, Cekoslowakia, Prancis, Hongaria, Bulgaria, selama 1964-1968.
Dalam ingatan dia, Persib kalah 0-1 dari Bulgaria, Prancis, dan
Cekoslowakia. Kemudian imbang tanpa gol melawan Hongaria. Tapi, pada
1966, Persib menang 1-0 atas Jerman Timur, melalui gol yang dicetak
striker asal Sumedang, Otong.
Persib saat itu diperkuat Komar, Wowo Sunaryo, Djadjang Haris,
Rukman, Soenaryono, Fatah Hidayat, Sunarto, Ilyas Dade, Ishak Udin, dll.
” Dulu tim-tim dari luar negeri itu melakukan rangkaian uji coba ke
Medan, Jakarta, Surabaya, Semarang, atau Makassar. Dibandingkan dengan
tim-tim Perserikatan lain, skor kekalahan Persib ini paling kecil. Kalau
mereka kalahnya dengan skor lebih dari 2-0,” ujar Emen mengenang.
Karier di klub
RASA penasaran yang masih mengganjal dalam benak Emen Suwarman adalah
belum pernah membawa Persib meraih juara Kompetisi Perserikatan. Selama
13 tahun memperkuat Persib, dari 1960 hingga 1973, Persib lebih sering
menjadi runner-up. Padahal, Persib saat itu diperkuat 13 pemain yang
membela tim Indonesia.
Mereka adalah Emen Suwarman, Komar, Djadjang Haris, Rukman,
Soenaryono, Ishak Udin, Fattah Hidayat, Sunarto, Suhendar, Hengky
Timisela, Omo Suratmo, Wowo Sunaryo, dan kiper Yus Etek. “Di babak
penyisihan, Persib selalu menang besar atas lawan-lawannya. Tapi, di
final kalah terus. Persib paling sering kalah oleh PSM Makassar,” ujar
Emen.
Dalam ingatan dia, sejak meraih juara Kompetisi Perserikatan
1960/1961 dengan mengalahkan PSIS 2-0 di Semarang, Persib lebih sering
menjadi runner-up. Namun, pada kompetisi 1960/1961, Emen belum masuk tim
inti Persib. “Saat itu, Persib memiliki banyak pemain, sehingga
dibentuk tiga tim yaitu Persib Garuda, Harimau, dan Banteng. Saya masuk
Persib Banteng,” ujar Emen.
Menurut dia, Persib lebih sering juara pada tingkat turnamen.
Padahal, klub-klub yang ikut serta adalah yang berlaga di Kompetisi
Perserikatan. Persib juara �Piala Siliwangi di Bandung, Piala Brawijaya
di Surabaya pada 1968, dll.
Setelah pensiun dari Persib, Emen memperkuat PSAD hingga 1980 pada
kompetisi Divisi Persib. Kemudian, Emen mendapat kepercayaan menjadi
pelatih dan beberapa kali membawa PSAD meraih juara kompetisi Divisi
Utama Persib. Salah satu pemain yang dibina antara lain kiper Sobur dan
Samsudin. Emen menjadi pelatih PSAD hingga 1995. Pada tahun ini, Emen
juga pensiun dari PNS di Kodam III/Siliwangi dengan golongan terakhir
II-D.
Sebutan Guru Emen bermula saat menjadi pelatih sepak bola tim SMPN 17
Bandung pada 1975. Ia melatih tim tersebut 7 tahun. Selama menjadi
pelatih, Emen mendapat honor, pakaian, dan beras. Apa yang diterimanya,
sama seperti guru-guru lain. Padahal, status dia hanya sebagai pelatih.
“Saat itu, murid-murid memanggil saya guru, dan sampai sekarang hampir
semua yang mengenal memanggil saya, Guru Emen,” ujar Emen.
Setelah Pensiun
Setelah pensiun dari Persib, Emen memperkuat PSAD hingga 1980 pada
kompetisi Divisi Persib. Kemudian, Emen mendapat kepercayaan menjadi
pelatih dan beberapa kali membawa PSAD meraih juara kompetisi Divisi
Utama Persib. Salah satu pemain yang dibina antara lain kiper Sobur dan
Samsudin. Emen menjadi pelatih PSAD hingga 1995. Pada tahun ini, Emen
juga pensiun dari PNS di Kodam III/Siliwangi dengan golongan terakhir
II-D.
Sebutan Guru Emen bermula saat menjadi pelatih sepak bola tim SMPN 17
Bandung pada 1975. Ia melatih tim tersebut 7 tahun. Selama menjadi
pelatih, Emen mendapat honor, pakaian, dan beras. Apa yang diterimanya,
sama seperti guru-guru lain. Padahal, status dia hanya sebagai pelatih.
“Saat itu, murid-murid memanggil saya guru, dan sampai sekarang hampir
semua yang mengenal memanggil saya, Guru Emen,” ujar Emen.
Menikmati masa tua di Persib
PENGALAMAN matang meniti karier di sepak bola, membuat Emen Suwarman
mendapat kepercayaan menjadi asisten pelatih Persib bersama Djajang
Nurdjaman pada Kompetisi Perserikatan 1993/1994 dan Liga Indonesia I
1994/1995.
Pelatih kepala Persib saat itu, Indra Thohir. Pada dua event itu,
Persib meraih juara. Posisi Emen terus bertahan sampai Persib tampil
pada Liga Champions Asia. Ia sempat ikut ke Thailand dan Filipina.
Pada 12 tahun lalu, fisik Emen masih segar bugar, sehingga dia bisa
konsentrasi penuh menjalankan tugas sebagai asisten pelatih. Apalagi,
Emen memiliki segudang pengalaman, sehingga kinerja dia bersama Djadjang
sangat membantu Thohir.
Menurut dia, sukses Persib di Liga Indonesia karena memiliki pemain
yang sudah kompak. Mereka sudah terbina cukup lama semasa Kompetisi
Perserikatan, sehingga jiwa pemain sudah bersatu. “Saat itu, Persib
sulit untuk dikalahkan. Tim itu kuat dan hampir sama ketika saya masih
aktif bermain sepak bola dulu,” ujarnya.
Setelah sukses itu, Emen berhenti dan kembali membantu PSAD. Namun,
pada Kompetisi Liga Indonesia VII 2001, Emen masuk kembali dalam jajaran
ofisial Persib. Jabatannya menjadi masseur. Ia bertahan hingga
kompetisi 2003. Setahun kemudian, posisi dia diganti orang lain.
Pada kompetisi 2005, dia masuk kembali dengan posisi tetap sebagai
masseur, dan dipertahankan hingga kompetisi 2007. Sebenarnya, nilai
penghargaan prestasi dia dulu dengan jabatan saat ini sebagai masseur,
tak sebanding. Namun, hal ini tidak membuat Emen merasa rendah diri.
“Seorang masseur merupakan bagian terpenting dalam klub. Saya sudah
merasakan ketika masih aktif menjadi pemain karena sering dipijat
masseur tim. Jika pemain ada yang cedera otot atau pegal-pegal, menjadi
tugas masseur untuk menyembuhkannya. Saya menikmati pekerjaan ini,”
ujarnya.
Dengan jabatan sebagai masseur, Emen mengaku lebih dekat dengan pemain Persib karena tiap hari selalu berinteraksi.
Hal ini dimanfaatkan dia untuk memberikan saran, dan sekaligus
transfer ilmu sepak bola yang dimilikinya sejak masih aktif bermain
sepak bola.
“Kalau lagi bertugas (memijat), saya selalu mengingatkan pemain harus
begini atau begitu. Semua ini untuk kemajuan pemain juga,” ujarnya.
Menurut dia, ilmu memijat yang dimilikinya tidak datang begitu saja.
Dia belajar cukup lama dari seseorang yang cukup pintar memijat. “Saya
harus tirakat untuk menyelesaikan ilmu memijat ini,” ujar pria berusia
68 tahun ini.
Dari pernikahan dengan Sri Wulan, Emen dikaruniai 9 anak, yakni Feri
Indrayuwono, Yulianti, Dedi Grisnadi, Indrayanti, Herindro Tresno, Rini
Silvia Dewi, Irmayanti, Yadi, dan Ike. Emen juga sudah memiliki delapan
Cucu.
Kepiawaian Emen dalam memainkan bola sempat diperlihatkan kepada
pelatih Persib, Arcan Iurie Anatolievici. Saat itu, Persib tengah
melakukan latihan di hotel di Cilegon Banten, dalam persiapan menghadapi
tuan rumah Persitara pada kompetisi 2006. Bola yang ditendang jauh oleh
salah seorang pemain, langsung dikontrol Emen dengan bagian dalam kaki
kanan.
Bola langsung berhenti di kaki. Hal ini membuat Iurie memberikan
aplus tepuk tangan dan melakukan push up sebagai tanda penghormatan
kepada dia. Saat Persib latihan, terkadang Emen ikut memainkan bola di
pinggir lapangan. “Kalau gaya menendang masih ada. Tapi, diajak main
sudah tidak kuat,” ujarnya.
Klub
Prestasi
- Mendali Perunggu Asian games 1962
- Juara Merdeka Game